SOROTAN

Seumur Jagung Manuver Tyasno Sudarto dan DRI
KANALINFORMASI.com -
1  April  2011
republika.co.id
Jenderal Purn. Tyasno Sudarto | DRI maupun figur Tyasno Sudarto, adalah sama-sama pihak yang kurang mengakar di masyarakat, pendukung mereka sebenarnya sangat terbatas.
Seri Tokoh Intelijen

Sekarang ini sedang hangat dibahas Rencangan Undang-Undang Intelijen. Sebagai sumbangan pemikiran dan informasi latarbelakang (background information), maka Kanalinformasi mulai hari ini akan menurunkan seri tokoh intelijen Indonesia (Seri ke-1).
JAKARTA | Kabar tentang gerakan yang menamakan diri DRI (Dewan Revolusi Islam), ibarat angin, cepat datangnya, cepat pula perginya. Padahal mereka mengklaim didukung sejumlah jenderal pensiunan, salah satu yang paling santer disebut adalah Jenderal Purn. Tyasno Sudarto.Bisa dipahami bila isu DRI berusia singkat, bagaimana tidak, DRI maupun figur Tyasno Sudarto, adalah sama-sama pihak yang kurang mengakar di masyarakat, pendukung mereka sebenarnya sangat terbatas. Bila kita tanyakan secara acak ke masyarakat, bisa dipastikan mereka tidak mengenal apa itu DRI. Selain kurang populer, klaim mereka sangat berlebihan, yang berencana mengkudeta Presiden SBY, klaim yang justru menjadi bahan tertawaan orang. Demikian pula dengan Tyasno Sudarto, figurnya terbilang lemah untuk ukuran mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Ada pengalaman menarik saat peringatan HUT Yonif 202/Taji Malela di Bekasi, pada November 2006. Sebagaimana acara-acara sejenis, sebagai mantan KSAD dan kebetulan pernah menjabat Wakil Komandan Batalyon (Wadanyon) 202, Tyasno diminta memberi sambutan. Mungkin karena sambutannya dianggap terlalu panjang, dan bertele-tele, satu per satu para undangan meninggalkan lapangan upacara, meninggalkan Tyasno yang masih berdiri di podium. Bila benar Tyasno masih dihormati di kalangan perwira muda TNI AD, peristiwa memalukan ini tentu saja tidak perlu terjadi. Tamu undangan acara saat itu umumnya memang dari generasi baru TNI. Sebagai gambaran, yang menjabat Komandan Batalyon (Danyon) 202 pada saat itu (November 2006) adalah Letkol. Inf. Hayunadi (Akademi Militer/Akmil 1988A, kini Asisten Operasi (Asops) Kepala Staf Garnisun Tetap (Kasgartap) I/Ibu Kota, dengan pangkat Kolonel, mantan Dandim Tangerang). Mereka adalah generasi yang jauh di bawah Tyasno, yang berasal dari Akmil 1970. Termasuk saat menjadi KSAD pada 2000 lalu, Tyasno meninggalkan jejak "grey area" yang masih menjadi misteri hingga kini. Sebagai KSAD, Tyasno menggantikan teman sekelasnya di Akmil 1970, Jendral Subagyo HS. Pergantian ini terkesan mendadak, mengingat ada kasus berat yang menimpa Subagyo saat itu, ketika anaknya (Lettu. Inf. Agus Isrok) tertangkap tangan membawa narkoba. Banyak pihak memperkirakan, Subagyo adalah korban permainan intelijen, kebetulan yang menjabat sebagai Kepala BAIS adalah Letjen. Tyasno Sudarto. Figur Tyasno semakin terpuruk ketika dirinya semakin dekat dengan kelompok Islam fundamentalis. Manuver politiknya semakin menjadi tak jelas arahnya. Mayjen. Purn. TB Hasanuddin (Akmil 1972) seusai diskusi di Imparsial, Selasa (29/3) lalu, masih berusaha menyelamatkan seniornya itu, dengan mengatakan, apa yang dilakukan Tyasno adalah sekadar mengkritisi pemerintah. ***

Anak Tangga Mencapai Nomor Satu di Angkatan Darat
Edisi 07/02 - 19/Apr/97 -

Anak Tangga Mencapai Nomor Satu di Angkatan Darat','Jalur menuju kursi KSAD sangat beragam, tak harus melalui Wakasad. Jenderal Hartono, misalnya, menjabat KSAD setelah sebelumnya menjabat Kassospol ABRI. Tahun ini usia Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Hartono mencapai 56 tahun. Itu berarti jenderal asal Madura itu sudah menerima perpanjangan setahun. Dan kabarnya perpanjangan pertama yang diberikan Pangti ABRI itu akan habis pada 30 Juni 1997. Hartono, alumnus Akademi Militer Nasional tahun 1962, tampaknya bakal digantikan oleh perwira-perwira muda dari generasi yang lebih muda dengan usia lebih muda. Hampir tak pernah terjadi di ABRI seorang KSAD digantikan oleh mereka yang angkatannya lebih tua. Dan bursa pengganti Hartono memang marak. Banyak nama disebut. Di antaranya adalah mereka yang menyandang tiga bintang, seperti FX Sudjasmin (Wakasad, AMN 64), Tarub (Kasum ABRI AMN 65), Sofian Effendi (Gubernur Lemhanas, AMN 65), Syarwan Hamid (Kassospol ABRI, AMN 66), Hendropriyono (Sesdalopbang, AMN 67), dan Wiranto (Pangkostrad, AMN 68). Siapa yang terpilih, tentu tergantung Pangti ABRI Jenderal (purn.) Soeharto.

F.X. Sudjasmin

Tarub   Sofian Effendi

Syarwan Hamid

Hendropriyono

Brigjen TNI Wiranto

Tapi, ada beberapa "patokan" dan "syarat" bagi seseorang yang memangku jabatan KSAD. Misalnya, dia harus pernah memimpin sejumlah komando teritorial (Korem dan Kodam). Ada pula yang mengatakan bahwa seorang KSAD harus pernah menjabat berbagai jabatan di Angkatan Darat dan ABRI, agar mengetahui persis seluk-beluk tugas AD, sebelum naik ke tangga KSAD.
Selama ini jalur untuk menjadi KSAD sangat beragam. Jika melalui jalur normal, biasanya seorang jenderal menjadi Wakil KSAD dulu. Para jenderal yang pernah menjabat KSAD dengan melalui lewat jalur ini adalah Poniman, Try Sutrisno, Edi Sudrajat, dan Wismoyo Arismunandar. Namun, ada banyak jalan menuju Roma, jalur dari Wakasad bukanlah satu-satunya jalan menuju KSAD.
Rudini, sebagai contoh, adalah jenderal yang menjabat KSAD setelah tiga tahun menjadi Panglima Kostrad. Sebelumnya, Widodo (kini jenderal purnawirawan), Makmun Murod, dan Soerono, menduduki kursi Panglima Kowilhan sebelum menjadi KSAD. Kowilhan telah dilikuidasi semasa Panglima ABRI LB Moerdani. Sementara mantan wapres, Umar Wirahadikusumah, menjadi KSAD setelah menduduki wakil menteri panglima angkatan darat di bawah pimpinan Soeharto, kini presiden RI. Menteri panglima angkatan darat adalah pucuk pimpinan angkatan darat sebelum berganti jadi Kasad. Dan jangan dilupakan, Jenderal Hartono juga menjadi "pionir", sebagai orang pertama yang memegang jabatan KSAD melalui kursi Kepala Staf Sosial Politik ABRI. Ibaratnya, Hartono adalah orang pertama yang menjadi meninggalkan pos di Mabes ABRI dan kembali ke Mabes AD.
Jabatan KSAD selama ini memang jadi langganan Kostrad. Dari para bekas KSAD itu, hanya Edi Sudrajat dan Wismoyo Arismunandar yang berasal dari Kopassus (dulu Kopassandha). Dan Wismoyo adalah Danjen Kopassandha yang pertamakali menjadi KSAD. Catatan lain: hanya Soeharto dan Rudini yang langsung lompat dari Panglima Kostrad ke kursi KSAD, sedangkan perwira tinggi lainnya terlebih dulu "berkeliling" menerima jabatan untuk pangkat bintang tiga seperti Wakil KSAD atau Panglima Kowilhan.
Lihat saja jalur yang dilalui Try Sutrisno. Wakil Presiden RI itu sebelumnya pernah Panglima Kodam V Jaya yang kemudian ditarik ke Mabes AD sebagai Wakil KSAD. Edi Sudrajat juga sempat menjabat asisten operasi Kepala Staf Umum ABRI sebelum menjadi Wakil KSAD dan kemudian KSAD.

Jadi, siapa yang akan menggantikan KSAD Hartono?
Dari beberapa jenderal bintang tiga yang masih aktif, tampaknya faktor usia dan jabatan yang dipegang sekarang bisa menjadi "kunci" tentang siapa yang paling berpeluang. Seorang purnawirawan Angkatan Darat mengatakan kepada TEMPO Interaktif," Dari sekian jenderal yang paling bersinar, Wirantolah yang paling luas peluangnya untuk menjadi KSAD dan bahkan Panglima ABRI."
Ada pula yang "memegang" Hendropriyono untuk jabatan KSAD mendatang ini. Dari segi usia, Hendro dan Wiranto memang paling berpeluang. Hendro kini 51 tahun, sedangkan Wiranto malah "baru" 50 tahun. Faktor lain: biasanya Presiden Soeharto lebih percaya kepada orang "dekat". Dan jangan lupa, Letjen Wiranto adalah bekas ajudan Presiden Soeharto.

Menanti KSAD Baru Pasca Hartono
Edisi 07/02 - 19/Apr/97
Mayjen Prabowo Subianto boleh bangga. Sebagai lulusan AMN tahun 1974 karir militernya melesat pesat. Dialah orang pertama di angkatannya yang menyandang dua bintang di pundak. Dan sederet prestasi lain agaknya menunggu mantu Pak Harto dan putra ekonom terkenal Soemitro Djojohadikusumo itu. Misalnya pekan ini, ketika tiba HUT Kopassus ke-45 pada 16 April lalu, Mayjen Prabowo mengumumkan bahwa reorganisasi Kopassus yang dijadwalkan berlangsung 24 bulan ternyata bisa dirampungkan dalam waktu separuhnya(Lihat Catatan: Kopassus: Pasukan Elit yang Kian Berperan) Tak syak lagi, Mayjen Prabowo adalah kandidat pemimpin masa depan ABRI. Walau bukan satu-satunya yang cemerlang.(Lihat Wawancara ZA Maulani: "ABRI Tidak Cukup Berbekal Otot Saja") Tapi, siapa lagi yang pantas naik di pentas pimpinan ABRI pada masa mendatang? Misalnya, siapa yang akan duduk di kursi Kepala Staf Angkatan Darat? Berikut ini analisis dan "ramalan" Aris Santoso, pemerhati ABRI dan juga alumnus sejarah Fakultas Sejarah Universitas Indonesia: Meramalkan siapa yang akan menjadi KSAD dan juga Panglima ABRI, bisa jadi merupakan pekerjaan sia-sia. Bukankah jabatan itu merupakan hak istimewa (prerogatif) Presiden RI selaku Pangti ABRI. Siapa yang akan menjadi KSAD berikutnya, bisa disebut sebuah misteri. Hanya presidenlah yang tahu jawabannya, dan mungkin ditambah segelintir orang pada "lingkaran dalam" kekuasaan. Tetapi di sinilah daya tariknya, karena dianggap sebuah misteri justru membuat banyak orang, khususnya para pengamat politik, senantiasa tergoda untuk menerka-nerka: siapa calon KSAD mendatang. Sikap para pengamat itu , ibarat seorang reserse, yang selalu merasa tertantang untuk menangkap suatu kasus, betapapun gelapnya kasus tersebut. Membicarakan calon KSAD sekarang-sekarang ini, kiranya sangat relevan, karena pada 10 Juni mendatang, KSAD Jenderal R. Hartono akan memasuki usia 56 tahun. Mungkinkah PDA (Perpanjangan Dinas Aktif) akan diberlakukan lagi bagi orang nomor satu Angkatan Darat yang lahir pada 10 Juni 1941, sebagaimana yang sudah diturunkan setahun lalu, saat beliau berusia 55 tahun. Kabarnya PDA bagi Pak Hartono itu, akan berlaku sampai 30 Juni 1997 (Republika, 11 Juni 1996). Jadi soal diperpanjang lagi atau tidak, tentunya tergantung kebijakan dari Pangti dan Pangab, selaku atasan langsung KSAD. Namun, pembicaraan soal PDA bagi Jenderal Hartono bisa kita tunda dahulu, karena ada perkara yang tak kalah pentingnya, yaitu mendiskusikan siapa yang bakal menjadi KSAD sesudah Jenderal Hartono. Sebab, cepat atau lambat, Jenderal Hartono jelas akan diganti. Untuk keperluan meramalkan calon KSAD baru, langkah pertama kita perlu mendaftar perwira tinggi bintang tiga (Letjen) yang kini masih berdinas aktif. Karena sesuai tradisi selama ini, KSAD selalu diambil dari pati senior berpangkat Letjen, bukan dari Mayjen. Setidaknya ada delapan perwira yang menyandang bintang tiga. Mereka adalah Letjen TNI FX Sudjasmin (Wakil KSAD), Letjen TNI Tarub (Kasum ABRI), Letjen TNI Wiranto (Pangkostrad), Letjen TNI Syarwan Hamid (Kassospol ABRI), Letjen TNI Sofian Effendi (Gubernur Lemhanas), Letjen TNI Soejono (Pati Mabes ABRI, mantan Kasum ABRI), Letjen TNI Soerjadi (mantan Wakasad dan Ketua Umum PBSI), dan Letjen TNI M. Ma'ruf (mantan Kassospol ABRI). Setelah melakukan riset dan menyimak berbagai soal yang bersangkutan dengan "jalur" ke atas pimpinan AD, agaknya Letjen TNI Wirantolah yang memiliki kans paling besar sebagai KSAD mendatang. Dari segi presentasi dan perjalanan karir, sekian Letjen di atas masing-masing memiliki record. Namun, ada satu "kelebihan alamiah" Letjen Wiranto, yang tidak dimiliki perwira lainnya, yaitu soal usia. Dari segi usia, Pak Wiranto terbilang muda dibanding tiga bintang yang disandangnya. Pada April 1997 ini Letjen Wiranto genap berusia 50 tahun (lahir 4 April 1947). Sementara beberapa perwira lainnya, usianya berkisar 54-55 tahun, berarti sudah segera memasuki masa pensiun. Letjen FX Sudjasmin, misalnya, tahun ini berusia 54 tahun. FX Sudjasmin dilahirkan tanggal 26 Agustus 1943 (namun ada data lain yang menyebutkan tanggal 1 Mei 1942). Terlepas data mana yang benar, yang jelas FX Sudjasmin sudah mendekati usia pensiun. Demikian juga dengan Letjen Tarub (55 tahun, 10 Juni 1942), dan perwira-perwira lainnya. Bila dilihat dari segi usia dan tahun kelulusan di Akmil, Letjen Wiranto memang paling yunior karena berasal dari angkatan 1968. Namun yunioritas Letjen Wiranto tidak bisa dijadikan alasan bahwa Pak Wiranto tidak bisa menapaki jabatan KSAD dengan melewati beberapa seniornya. Sudah sejak lama ABRI mempromosikan perwiranya dengan tidak berdasarkan "urut kacang" (yang senior naik dahulu). Tetapi berdasar prestasi dan kepercayaan atasan. Berdasarkan pertimbangan ini, karir perwira yunior bisa saja mendahului seniornya. Fenomena perwira yang lebih yunior melompati perwira seniornya biasa disebut sebagai sistem "tebang pohon". Maksudnya supaya terjadi percepatan regenerasi pada eselon pemimpin ABRI, dilakukanlah cara "memotong" generasi yang lebih tua. Jika Letjen Wiranto nanti benar-benar menjadi KSAD, mau tak mau, akan ada beberapa angkatan yang terpotong, yaitu angkatan 1964 sampai 1967. Kiranya mereka akan berbesar hati melihat kenyataan ini -- bahwa ada angkatan 1964-1967 -- di mana salah seorang alumninya tidak bisa menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat. Tampaknya Letjen Wiranto sudah sejak lama disiapkan sebagai calon pemimpin ABRI masa depan, entah sebagai KSAD maupun Pangab. Ini terlihat ketika dia dilantik sebagai Pangkostrad, bersamaan dengan keluarnya ketentuan baru, bahwa Pangkostrad adalah jabatan untuk pati bintang tiga. Padahal sebelumnya adalah jabatan untuk pati bintang dua atau mayor jenderal. Di sinilah kita melihat adanya unsur politis dari ketentuan tersebut, yang tak lain dimaksudkan untuk melambungkan posisi Wiranto. Selain itu kita bisa menduga-duga, bahwa ingatan terhadap Letjen Wiranto masih jelas tercetak dalam memori Pak Harto, karena baru beberapa tahun yang lalu (1993), Wiranto lepas sebagai ajudan Pak Harto. Dalam promosi-promosi belakangan ini, jalur "ajudan" ternyata sangat menentukan. Bila calon KSAD baru sudah kita peroleh, pertanyaan mengusik berikutnya adalah: siapa calon Wakil KSAD-nya. Meski sempat ada "fenomena Rajaguguk dan Soerjadi", di mana seorang Wakil KSAD tidak secara otomatis menjadi KSAD, hal itu tidak mengurangi arti strategis posisi Wakil KSAD.(Lihat Tulisan: Anak Tangga Mencapai Nomor Satu di Angkatan Darat) Karena sekecil apapun, Wakil KSAD tetap memiliki peluang menjabat sebagai KSAD berikutnya. Dengan berbekal analisis yang sama, kiranya perlu diperhatikan dua nama berikut ini. Mayjen Subagyo HS (Pangdam IV Diponegoro) dan Mayjen Susilo Bambang Yudhoyono (Pangdam II Sriwijaya). Dua nama ini, setelah dibandingkan dengan mayor jenderal lainnya, agaknya punya kans lebih besar.

Mengapa?
Mayjen Subagyo adalah angkatan tahun 1970. Mayjen Yudhoyono malah lebih muda, yaitu angkatan 1973. Tapi, bagaimana dengan posisi angkatan 1971 dan 1972? Memang ada beberapa perwira dari angkatan 1971, yang sudah mencapai tingkat mayjen, tapi belum satupun di antara yang pernah menjadi atau sedang menjabat Pangdam. Karena jabatan Pangdam bisa dianggap sebagai "ujian akhir" bagi perwira dengan kemampuan staf umum (general staff). Dengan menjadi Pangdam, bisa dilihat pula kemampuan yang bersangkutan mengendalikan sebuah komando utama. Demikian pula dengan angkatan 1972, untuk sementara belum bisa masuk formasi calon Wakil KSAD, karena belum ada yang menjadi Mayjen, baru tingkat brigjen, seperti Brigjen Adam R. Damiri (Kasdivif 1 Kostrad), Brigjen Zein Haris Sanusi (Dir A/BIA), dan Brigjen Djaja Suparman (Kasdam II/Sriwijaya). Sementara itu, Mayjen Subagyo HS dan Mayjen SB Yudhoyono telah menempuh perjalanan karir yang sama-sama kuat. Mereka berdua dibesarkan pada pasukan tempur, hanya beda kesatuan. Kalau Subagyo HS di lingkungan Baret Merah (Kopasuss), sedang SB Yudhoyono di lingkungan Baret Hijau (Konstrad), terutama dalam kesatuan yang memiliki tradisi tempur yang khas, yaitu Brigif Linud 17/Kujang I.(Lihat Catatan: KOSTRAD: Bukan Sembarang Pasukan Cadangan). Perjalanan karir SB Yudhoyono juga terhitung cepat. Seperti sekarang ini, perwira-perwira di bawahnya di Kodam II/Sriwijaya, seperti Kasdam dan empat Danrem (Jambi, Sumsel, Lampung dan Bengkulu), seluruhnya adalah senior Yudhoyono saat di Akmil. Selain sukses sebagai perwira lapangan, SB Yudhoyono juga dikenal sebagai perwira intelektual yang berwawasan luas. Jika tidak ada aral-melintang, perjalanan karir SB Yudhoyono akana mengalir lancar. Namun jika yang diprioritaskan sebagai Wakil KSAD adalah Subagyo HS, tidaklah menjadi soal, karena paduan Wiranto-Subagyo HS bisa dianggap pasangan serasi antara dua "elit" dalam Angkatan Darat: Baret Hijau dan Baret Merah. Terus terang, sulit menentukan satu di antaranya untuk menjadi Wakasad, karena prestasi keduanya sama-sama mengkilap. Khusus untuk angkatan 1972, sebetulnya dulu ada seorang perwira yang sangat diperhitungkan, tapi sekarang justru tidak muncul-muncul, yaitu Kol. Inf. Albert Inkiriwang (terakhir Dan Pusdikif di Bandung). Jangankan masuk dalam jajaran brigjen, menjabat Danrem saja belum, malah kini "istirahat" di Mabes AD. Entah karir macam apa yang kelak akan dijalani Kolonel Inkiriwang. Situasi yang dialami Kolonel Inkiriwang ini bisa memberi gambaran betapa tidak pastinya karir seorang perwira, secemerlang apapun perwira itu. Faktor "nasib-nasiban" berlaku di sini, untuk promosi misalnya, tergantung pada kebijakan dan rekomendasi atasannya. Seperti ketika Letjen TNI Soejono diberhentikan sebagai Kasum ABRI secara mendadak. Dia dengan pasrah menerima kenyataan pahit itu, dengan menganggap dirinya hanya sebuah wayang. Lalu setinggi apa pangkat dalangnya? Ini juga berarti ada begitu banyak "wayang" dalam tentara kita, dan sekali waktu "wayang" itu akan menjadi "dalang" juga bagi "wayang-wayang" yang lain.(Lihat Wawancara J. Kristiadi: "ABRI Sangat Tergantung Pada Pangti")

Pasukan Kostrad Setiap Saat Siap Bergerak
6 Maret 1997-
SUARA PEMBARUAN ONLINE
JAKARTA - Kostrad (Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat) Darma Putra hari ini tanggal 6 Maret 1997 genap berusia 36 tahun. Dalam usianya tersebut, Panglima Kostrad sudah dijabat 20 panglima. Yang pertama Mayjen TNI Soeharto, Presiden Soeharto dan yang ke-20, sekarang ini, Letjen TNI Wiranto. Peringatan hari jadi ke-36 diselenggarakan secara sederhana di Markas Kostrad Jalan Merdeka Timur Jakarta dengan tema ''Setiap Saat Siap Bergerak''. Berarti, Kostrad pada situasi apa pun dengan kepedulian dan tanggung jawab yang besar, memiliki tingkat kesiagaan tinggi. Sekaligus mengandung kekuatan penangkal yang harus diperhitungkan oleh pihak mana pun yang akan mencoba mengusik stabilitas nasional. Sejak terbentuknya, Kostrad telah mengalami berbagai perkembangan, baik yang menyangkut organisasi, kekuatan, maupun lingkup tugas pokoknya. Tentu saja disesuaikan dengan perkembangan lingkungan
strategis, yang turus berubah dari waktu ke waktu.

Disiplin
Letjen TNI Wiranto yang dekat dengan prajuritnya itu selalu mengingatkan dan meminta agar prajurit Kostrad membiasakan diri berdisiplin dalam segala hal. ''Disiplin harus menjadi gaya hidup di lingkungan prajurit Kostrad dan sudah menjadi makanan sehari-hari dan darah da-ging,'' katanya kepada segenap prajurit Kostrad ketika memberikan pengarahan di Markas Devisi II Kostrad, Singosari, Malang (Jawa Timur), baru-baru ini. Ia juga meminta agar prajurit Kostrad mengajak masyarakat sekitar untuk disiplin dan menjadi suri tauladan dalam berbuat baik dan berdisiplin. Selain berdisiplin tinggi, juga profesional. Motto yang diangkat untuk prajurit Kostrad adalah ''peduli, berbuat, dan bertanggung jawab''. Ini mengandung banyak makna. Peduli berarti selalu mengetahui situasi lingkungan yang terjadi. Bisa selalu menganalisis apa yang terjadi. Dalam kepedulian berarti di situ ada satu rasa tanggung jawab dan kepekaan terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya. Dalam kondisi apa pun, satuan Kostrad setiap saat siap bergerak.Dengan melaksanakan tema itu, prajurit Kostrad selalu mengantisipasi situasi apa pun yang dihadapi. Prajurit Kostrad selalu dalam keadaan siaga tingkat tinggi. Kesiagaan yang tinggi merupakan satu kekuatan penangkalan. ''Prajurit Kostrad selalu terpanggil untuk melaksanakan tugas apa pun yang diberikan oleh pimpinan. Saya bukan mengada-ada tapi saya mengangkat dari sejarah yang telah terukir dalam berbagai penugasan,baik di dalam maupun di luar negeri," katanya. Dengan kesiagaan Kostrad yang setiap saat siap digerakkan, baik untuk melaksanakan operasi pertahanan dan keamanan, maka yang jelas kesiagaan Kostrad ini merupakan satu kekuatan yang harus diperhitungkan oleh siapa saja yang berusaha untuk membuat sesuatu yang berbau instabilitas atau tidak konstitusional.

Kelahiran Kostrad
Sejarah perjuangan Kostrad adalah bagian dari sejarah pengabdian TNI Angkatan Darat/ABRI dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan serta memelihara keutuhan wilayah nasional dan tetap tegaknya Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dimulai ketika pimpinan TNI Angkatan Darat menganggap perlu membentuk satuan militer yang bersifat mobil dan berkemampuan operasi lintas udara siap tempur dengan jangkauan ke seluruh penjuru tanah air. Dari gagasan inilah dibentuk kelompok kerja untuk membahas pembentukan kekuatan yang siap mobil, dipimpin oleh Deputi I Kasad, Brigjen TNI Soeharto. Pada tanggal 6 Maret 1961, berdasarkan Surat Men/Pangad Nomor MK.KPTS.54/3/1961 tanggal 6 Maret 1961, disahkan Korps Ke-I Caduad dengan singkatan Korra I/Caduad yang berkekuatan satu divisi infanteri dan satu pasukan inti brigade para, serta sejumlah besar satuan-satuan banpur (bantuan tempur) maupun nanmin (bantuan administrasi). Dalam rangka reorganisasi AD, maka pokok-pokok organisasi dan tugas Kostrad disahkan dengan Keputusan Kasad Nomor Kep/9/3/1985 tanggal 6 Maret 1985, yang susunan organisasi dan dislokasi satuan sebagai berikut: Markas Kostrad berkedudukan di Jakarta. Divisi Infanteri 1 berkedudukan di Cilodong, Bogor. Divisi Infanteri 2 berkedudukan di Malang. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan reorganisasi, ada satuan yang dilikuidasi dan ada dilimpahkan keluar/dalam Kostrad antara lain Grup 3 Kopassus menjadi Brigif Linud 3 Kostrad yang berkedudukan di Kariango Ujungpandang.

Riwayat Penugasan
Penugasan dalam negeri selama di bawah kepemimpinan Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto, antara lain bertugas dalam operasi Trikora, dalam rangka pembebasan Irian Barat tahun 1962-1963. Satuan yang dilibatkan, kekuatan inti satu divisi infanteri dipimpin oleh Soeharto sebagai Pangkorra I/Caduad merangkap sebagai Panglima Komando Mandala. Operasi Dwikora dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia tahun 1964-1966. Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kopur II dan Kopur IV, tergabung dalam Komando Mandala Siaga (Kolaga) dan Soeharto menjadi Panglima Kolaga.Selanjutnya penumpasan G.30 S/PKI tahun 1965, satuan Kostrad yang terlibat adalah sebagian besar kesatuan Kostrad yang berada di Pulau Jawa. Operasi ini di-pimpin langsung Mayjen TNI Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad.Kostrad dalam operasi dalam negeri, sudah terukir dalam sejarah yang menegakkan tonggak Orde Baru. Pangkostrad Pertama Mayjen TNI Soeharto telah menggariskan strategi untuk menggagalkan kudeta yang dilakukan oleh Gerakan 30 September/PKI. Penumpasan G 30 S/PKI tahun 1965 merupakan salah satu pengabdian Kostrad yang operasinya langsung dipimpin Mayjen TNI Soeharto selaku Pangkostrad dan merupakan tonggak sejarah Orde Baru.Begitu pula Operasi Seroja Timor Timur, sejak tahun 1975 sampai sekarang. Satuan Kostrad yang dilibatkan meliputi semua Satuan Jajaran Kostrad baik satuan tempur, satuan bantuan tempur maupun satuan bantuan administrasi. Selanjutnya penumpasan GPK di Aceh, satuan Kostrad yang dilibatkan khususnya personel-personel yang tergabung dalam satuan tugas khusus seperti operasi Bintal taktis tahun 1991 hingga sekarang. Sedang penumpasan GPK Irian Jaya tahun 1986 sampai sekarang. Kostrad yang dilibatkan adalah semua Satuan Tempur Kostrad yang dikirim secara periodik.

Luar Negeri
Sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam Mukaddimah UUD 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi, maka untuk tugas-tugas yang dilaksanakan yang bersifat perdamaian internasional, Kostrad senantiasa berpartisipasi aktif sebagai bagian dari pasukan PBB. Satuan Kostrad yang dilibatkan adalah penugasan Kontingen Perdamaian di Vietnam, tergabung dalam International Commitions of Controll and Supervition/ICCS satuan Kostrad tergabung dalam kontingen. Kontingen Garuda IV di Saigon Vietnam Selatan tahun 1973, dipimpin Pangkopur Linud Kostrad Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto selaku Deputi Militer. Kontingen Garuda V di Vietnam Selatan tahun 1973-1974 dipimpin Brigjen TNI Harsojo. Kontingen Garuda VII di Vietnam Selatan tahun 1974 dipimpin Brigjen TNI Sukeni, kemudian digantikan oleh Brigjen TNI Bambang Sumantri. Penugasan Kontingen Perdamaian di Timur Tengah, sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian (UNEF). Kontingen yang disiapkan adalah Kontingen Garuda VI di sepanjang terusan Suez tahun 1973 - 1974 di-pimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda VIII di sepanjang terusan Suez tahun 1975 - 1976, dipimpin oleh Kol Art Sudiman Saleh, dilanjutkan oleh Kol Inf Gunawan Wibisono. Kontingen Garuda IX yang tergabung dalam UNMOG sebagai misi perdamaian Irak-Iran tahun 1989-1991, personel Kostrad yang diberangkatkan adalah Letkol Inf Fahrul Razi, Mayor Inf Rachmat Saptadji, Kapten Kav Sumarto dan Kapten Sahari Siregar. Kontingen ke Kamboja tergabung dalam United Nation Transition Authority In Cambodia (UNTAC), yang bertugas sebagai misi perdamaian dalam mengawasi pembentukan negara Kamboja yang merdeka dan diakui dunia internasional. Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kontingen Garuda XII-A tahun 1991, dengan inti Pasukan Yonif Linud 503, dipimpin oleh Letkol Inf Erwin Sudjono.Kontingen Garuda XII-B tahun 1992, dengan inti Pasukan Yonif Linud 305, di-pimpin oleh Letkol Inf Ryamizard. Kontingen Garuda XII-C tahun 1993 dengan inti pasukan Yonif 411, dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi Chaidir. Kontingen Garuda XII-D tahun 1993 dengan inti Pasukan Yonif 303 dipimpin oleh Letkol Inf Saptadji.Penugasan Kontingen Garuda ke Bosnia, sebagai bagian Pasukan Perdamaian PBB yang tergabung dalam UNPROFOR (United Nation Protection Force) dengan tugas menyelenggarakan dukungan kesehatan tingkat II bagi Pasukan Unprofor, melakukan bantuan kesehatan dan melaksanakan evakuasi medis.Satuan Kostrad yang terlibat adalah Kontingen Garuda XIV-A tahun 1994, yang berintikan Batalyon Kesehatan Divif-1, dipimpin oleh Letkol Ckm dr Heridadi Msc. Kontingen Garuda XIV-B tahun 1995 berintikan Batalyon Kesehatan Divif-1 dipimpin oleh Letkol Ckm dr Budi Utoyo. Kontingen Garuda XIV C tahun 1995, dengan inti pasukan dari Batalyon Zeni tempur 9, dipimpin oleh Letkol Czi Anwar Ende.Kontingen Garuda XIV-D tahun 1995 dengan inti pasukan dari Satgas Kes dipimpin oleh Kapten Ckm drg Nurjamil S. Kontingen Garuda XIV-E tahun 1996 dengan inti pasukan dari Batalyon Zeni Tempur-10 Kostrad dipimpin oleh Kapten Czi YD Prasetyo (masih berada di daerah operasi). Kontingen Garuda XIV-F tahun 1997 dengan inti pasukan Satgas Kes dipimpin oleh Letkol Ckm dr Azhar Kamal, masih berada di daerah operasi. Penugasan Kontingen ke Filipina/Moro sebagai bagian dari tugas PBB selaku military observer dipimpin oleh Brigjen TNI Kivlan Zein tahun 1995. Para perwira yang pernah menjabat sebagai Panglima Kostrad adalah Mayjen TNI Soeharto dari tahun 1961 - 1965. Mayjen TNI Umar Wirahadikusumah dari tahun 1965 - 1967. Mayjen TNI A Kemal Idris dari tahun 1967 - 1969. Brigjen TNI Wahono dari tahun 1969 - 1970. Mayjen TNI Makmun Murod dari tahun 1970 - 1971. Mayjen TNI Wahono dari tahun 1971 - 1973. Kemudian, Mayjen TNI Poniman dari tahun 1973 - 1974. Mayjen TNI Himawan Sutanto dari tahun 1974 - 1975. Letjen TNI Leo Lopulisa dari tahun 1975 - 1978. Mayjen TN Wiyogo Atmodarminto dari tahun 1978 - 1980. Mayjen TNI Ismail dari tahun 1980 - 1981. Letjen TNI Rudini dari tahun 1981 - 1983. Letjen TNI Suweno dari tahun 1983 - 1986. Mayjen TNI Suripto dari tahun 1986 - 1987. Letjen TNI A Sahala Rajagukguk dari tahun 1987 - 1988. Mayjen TNI Soegito dari tahun 1988 - 1990. Mayjen TNI Wismoyo Arismunandar dari tahun 1990 - 1992. Mayjen TNI Kuntara dari tahun 1992 - 1994. Letjen TNI Tarub dari tahun 1994 - 1996. Letjen TNI Wiranto dari tahun 1996 hingga sekarang. Dirgahayu Kostrad.
- Pembaruan/Albert Situmorang. Sumber, http://www.library.ohiou.edu

"Itu Urusan Presiden, Tega Betul Tanyanya"
Bila KSAD Ditanya Kapan Diganti
Jawa Pos, 18 Februari 1997
Jakarta, JP-
KSAD Jenderal TNI R Hartono tidak tersingung sedikit pun, ketika
wartawan menanyakan apakah jabatan KSAD masih akan terus dipercayakan
kepadaya hingga pemilu nanti. Pertanyaan itu diajukan seusai
berhalalbihalal dengan prajurit dan karyawan di lingkungan Mabes TNI
Angkatan Darat di Jakarta, kemarin. Hartono, yang memang dikenal
sangat tenang itu, malah tertawa mendapat pertanyaan demikian. ''Kalau
untuk urusan itu ada di tangan presiden, jangan tanya saya. Wartawan
ini tega betul bertanyanya,'' kata Hartono. Menurut dia, jabatan KSAD
memang urusan presiden. Karena itu, hanya presiden yang tahu kapan
KSAD diganti. Hartono saat itu juga mengatakan bahwa pergantian
panglima daerah militer (Pangdam) seluruh Indonesia tidak akan
dilakukan dalam waktu dekat ini. Posisi mereka tetap dipertahankan
hingga pemilihan umum selesai. Pada acara halalbihalal tersebut KSAD
didampingi Wakasad Letjen F.X. Sudjasmin, Irjenad, para asisten KSAD,
dan para istri pejabat teras Mabes TNI AD. Acara bersalam-salaman itu
berlangsung lebih dari dua jam. Saat ini ada lima Pangdam yang sudah
menduduki posnya selama hampir tiga tahun dan posisi tetap akan
dipertahankan. ''Sampai dengan Pemilu 1997 tidak akan ada pergantian
Pangdam. Tapi, hal itu bukan harga mati. Sebab, bila ada Pangdam yang
membuat kekeliruan, tentunya mesti diganti juga. Selama normal-normal
saja tidak ada Pangdam yang diganti sampai pemilu selesai,'' kata
Hartono. Seperti diketahui, sebagian besar Pangdam sudah menduduki
jabatannya hampir tiga tahun, misalnya Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen
TNI Sedaryanto, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Tayo Tarmadi, Pangdam
V/Brawijaya Mayjen TNI Imam Utomo, Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI
Namuri Anoem, dan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI A. Rivai. Para Pangdam
yang sudah menduduki jabatan tersebut sejak 1994 itu alumni Akademi
Militer Nasional (AMN) 1965 dan 1966. Sedaryanto (1966), Tayo Tarmadi
(1966), Imam Utomo (1965), Namuri Anoem (1965), dan A. Rivai (1966).
Hingga hari ini, rata-rata usia mereka sekitar 53--54 tahun. Dengan
demikian, masih sekitar satu--dua tahun lagi mereka memasuki masa
pensiun. ''Mereka (para Pangdam) belum ada yang pensiun hingga pemilu
mendatang,'' tegas Hartono. KSAD mengakui, para Pangdam tersebut masih
sangat dibutuhkan tenaganya, terutama menjelang pemilu tahun ini.
Mengingat orientasi mereka adalah pelaksanaan tugas, ''Maka, dengan
mempertahankan posisi tersebut tidak akan mengganggu rotasi perwira di
bawahnya. Sebab, orientasi kita pada pelaksanaan tugas.'' Selain
kelima jenderal berbintang dua yang kini masih menduduki pos Pangdam,
beberapa kodam sudah diisi oleh adik kelasnya dari alumni AMN 1968
hingga Akabri 1972. Bahkan, posisi yang lebih tinggi pun sudah
dipegang alumni AMN 1968, yakni Pangkostrad yang dipegang Letjen TNI
Wiranto. Para Pangdam baru itu adalah Pangdam II/Sriwajaya Mayjen TNI
Susilo Bambang Yudhoyono (Akabri 1972), Pangdam IV/Diponegoro Mayjen
TNI Subagyo H.S. (Akabri 1970), Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agum
Gumelar (AMN 1968), Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Johni Lumintang
(Akabri 1970), dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso (AMN 1968).
Hartono sendiri sudah memegang jabatan sebagai orang nomor satu di
jajaran TNI Angkatan Darat sejak 1994. Dan, usianya pada 10 Juni ini
sudah 56 tahun. Seharusnya, tahun lalu sudah memasuki masa pensiun,
namun alumni AMN tahun 1962 itu memperoleh masa perpanjangan dinas
aktif. Sementara itu, Wakasad Letjen F.X. Sudjasmin, alumni AMN tahun
1964, tahun ini usianya 55 tahun. Sebagian besar rekan alumni AMN-nya
sudah tidak aktif lagi. Sehingga, seusai pemilu, diperkirakan banyak
posisi penting di lingkungan TNI AD yang berubah. (yk)

Soal Pergantian Panglima ABRI
Sabtu, 16 Maret 1996
Feisal Tanjung: Kau Lihat Sajalah ------
JAKARTA (Media): "Kau lihat sajalah," kata Jenderal TNI Feisal Tanjung, menjawab pertanyaan wartawan, apakah ia akan diganti sebagai Panglima ABRI dalam waktu dekat ini. Belakangan ini di kalangan masyarakat beredar rumors bakal ada berita penting menyangkut jabatan orang nomor satu di lingkungan Markas Besar ABRI itu. Namun, dari pernyataan-pernyataan pendek Jenderal TNI Feisal Tanjung kepada wartawan, tersirat kuat bahwa ia akan tetap menjabat Panglima ABRI. "Selamatannya kapan, Pak?" kejar wartawan. Panglima ABRI yang pada hari itu cukup akrab dengan wartawan menjawab sambil tertawa, "Akh, sudah lama selamatan." Ketika ditanya, apa benar bahwa perpanjangan masa dinas aktif Jenderal
TNI Feisal Tanjung bukan setahun demi setahun melainkan untuk lima tahun, Pangab mengatakan, "Yah... Kau sudah dengar... ya sudahlah." Percakapan Jenderal TNI Feisal Tanjung dengan para wartawan tersebut berlangsung kemarin dalam acara penerimaan pelaporan kenaikan pangkat 24 perwira tinggi ABRI. Tentang Wakil KSAD Letjen TNI FX Sudjasmin yang sempat disebut-sebut akan diganti oleh Mayjen TNI Tarub, Panglima ABRI mengatakan, berita itu tidak benar. "Letjen TNI FX Sudjasmin tetap Wakasad. Sedangkan Mayjen TNI Tarub akan dimutasikan sebagai Pati ABRI sambil menunggu penugasan sebagai duta besar. Demikian pula Kasum ABRI, tidak ada pergantian." Menyinggung latar belakang mengapa Pangkostrad akan dijabat oleh perwira tinggi berbintang tiga, setingkat lebih tinggi dari kebiasaan selama ini, Pangab mengatakan, alasannya adalah kebutuhan organisasi. "Kebetulan juga kalau di luar negeri, misalnya, di AS dan Malaysia, jabatan seperti Pangkostrad selalu dijabat oleh perwira berbintang tiga," ujarnya, seraya menjelaskan, Kostrad memiliki dua devisi, dan setiap devisi nantinya akan dijabat oleh perwira berbintang dua.

Mutasi
Pada kesempatan itu, Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin menjelaskan, berdasarkan surat perintah Pangab N0. 798/III l996 tertanggal 14 Maret l996, telah dimutasikan 20 perwira di lingkungan ketiga Angkatan dan Polri serta Mabes ABRI. Di lingkungan TNI AD, Letjen TNI Wiranto menjadi Pangkostrad, Brigjen TNI Bambang Yudhoyono menjadi Kasdam Jaya, Mayjen TNI Sutiyoso menjadi Pangdam Jaya. Lantas, Komandan Korem Bali Brigjen TNI Agus Wirahadikusumah menjadi Waasrenum Kasum ABRI menggantikan Brigjen TNI Endiartono yang sudah diangkat menjadi Waasops Kasad. Brigjen TNI Suyadi Marabessi menjadi Waasops Kasum ABRI menggantikan Brigjen Bambang Yudhoyono. Di lingkungan TNI AL, Laksdya TNI Soegiyono menjadi Irjen ABRI, Laksda TNI Soeroso PW menjadi Komandan Kodikal, Laksda TNI Achmad Sutjipto menjadi Panglima Armada Barat, Mayjen TNI Sudarsono Kasdi menjadi Gubernur AAL, Laksda TNI I Nyoman Mastra menjadi Deputi Logistik KSAL, Laksda TNI M Amonaris S menjadi Dan Kolinlamil, Laksma TNI Mudjito menjadi Dan Guskamla Armatim, Laksma TNI Drs Machfud menjadi Kadisadal, Laksma TNI Busran menjadi Dan Guskamla Armabar, dan Laksma TNI Nicolas P Ello menjadi Kadishidrosal. Di lingkungan TNI AU, Marsda TNI Gandey NS menjadi Gubernur AAU, Marsda TNI Tamtama Adi menjadi Dan Seskoau, Marsma TNI IGB Wirya menjadi Dirpamau dan Marsma TNI Chappy Hakim menjadi Diropslatau. Di lingkungan Polri, Mayjen Pol Drs Hamami Nata menjadi Kapolda Metro Jaya dan Brigjen Pol Drs Ishak Kodijat menjadi Kasdislitbang Polri. Sebelumnya, Panglima ABRI menerima pelaporan kenaikan pangkat 24 perwira tinggi ABRI, di antaranya tujuh perwira tinggi bintang tiga. Mereka adalah KSAL Laksamana Madya TNI Arief Kushariadi, KSAU Marsekal Madya TNI Sutria Tubagus, Letjen Pol Drs Dibyo Widodo, Pangkostrad Letjen TNI Tarub, Pangdam Jaya Letjen TNI Wiranto, Deputi KSAL Bidang Logistik Laksdya TNI Soegiyono dan Letjen TNI (Pur) Kuntara. (Man/Wdh/D-2). Sumber, http://www.library.ohiou.edu

90 Perwira Tinggi ABRI Laporkan Kenaikan Pangkat
Jakarta, 1 Maret 1995-
Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung di Mabes ABRI Jakarta, Rabu pagi menerima pelaporan kenaikan pangkat 90 perwira tinggi dari ketiga angkatan dan Polri. Ke-90 perwira tersebut naik pangkat setingkat lebih tinggi dari sebelumnya.Mereka antara lain Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono, Kasospol ABRI Letjen TNI M Ma'ruf dan Wakasad Letjen TNI FX Sudjasmin. Untuk perwira bintang dua, antara lain MayjenTNI Tuswandi, Mayjen TNI Ade Picaulima, Mayjen TNI Syarwan Hamid, Mayjen TNI Abdul Muis Lubis, Mayjen TNI Muchlis Anwar, Mayjen TNI Sulatin, Mayjen TNI HA Rivai, Mayjen TNI Makmun Rasyid, Mayjen TNI Purwantono, Mayjen NTI Achpas Mufti, Mayjen Pol Dr Hadiman, Mayjen TNI Tayo Tarmadi, MayjenTNI Jusuf Kartanegara. Naik pangkat menjadi bintang satu antara lain BrigjenTNI Mardianto, Brigjen TNI Sutarto, Brigjen TNI Hardi Karso, Brigjen TNI Rizal Nurdin, Brigjen TNI Zacky Anwar Makarim, BrigjenTNI Nurdin Jusuf, Brigjen TNI Luhut Panjaitan, Brigjen TNI Agus Salim Lubis, BrigjenTNI Sumardi, Brigjen TNI Sutiyono, Brigjen TNI Agus Wijaya, Brigjen Pol Drs Eddi Danusyam, Brigjen Pol Drs Nurdin, Brigjen Pol Drs Salim Siregar. Para perwira TNI AD yang baru saja naik pangkat, siang ini pukul 12.00 melaporkan kenaikan pangkatnya kepada Kasad Jenderal TNI R Hartono. Hal yang sama juga dilakukan oleh para perwira dari TNI AL.Pangab dalam amanatnya mengatakan, untuk membangun suatu postur ABRI yang profesional, efektif, efisien dan modern yang dapat menjawab tantangan 5 tahun ke depat, maka peranan kualitas sumber daya manusia ABRI menempati posisi yang sangat sentral dan menuntut perhatian yg lebih bersungguh-sungguh. Disadari, bahwa strata perwira, khususnya perwira tinggi menjadi titik perhatian yang lebih penting. Sebab, selain dapat menjangkau tingkat kebijaksanaan dan strategi Hankamneg ABRI, ia berpengaruh langsung kepada kepemimpinan Hankam di lapangan dan peran sosial politiknya.Menonjolnya peranan ABRI dalam mewujudkan keselamatan dan kemajuan bangsa, menuntut keandalan para perwiranya, yang umumnya mudah terlihat pada kesan kinerja para perwira tingginya, kata Pangab. Setiap mutasi maupun kenaikan pangkat yang melibatkan strate perwira tinggi, senantiasa akan berpengaruh luas terhadap keandalan organisasi ABRI, di samping akan menarik perhatian banyak pihak. Oleh karena itu, pimpinan ABRI sungguh-sungguh menerapkan saringan yang ketat bagi promosi para perwiranya. Karena, di pundak merekalah citra ABRI senantiasa dipertaruhkan. "Hendaknya disadari bahwa di masa mendatang, strata puncak pada piramida ABRI, makin dituntut keandalannya untuk  mengantisipasi tantangan teradap peran ABRI, baik sebagai kekuaran Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik," kata Pangab.
(Suara Pembaruan, Rabu, 1 Maret 1995). Sumber, http://www.library.ohiou.edu

Wismoyo: Tak Disukai Soeharto?
Independen No.11 - 31 Januari 1995
MENG-KONI-KAN WISMOYO
MENUMBUHKAN GENERASI ANAK MANTU
Masa dinas Wismoyo tak diperpanjang. Konon karena tak selalu bisa dipegang Soeharto -kendati masih terhitung kerabat dekat Istana. Antara lain Wismoyo dinilai lalai membendung Gus Dur di NU. Spekulasi tentang akan dihidupkannya kembali jabatan Wapangab dalam hirarki kepemimpinan ABRI, meleset sama sekali. Ini pun membuktikan bahwa tak mudah membaca cara pikir Panglima Tertinggi ABRI, Jenderal (purn) Soeharto. Bahkan oleh pengamat atau pakar sekaliber apapun. Ketika Jenderal Feisal Tanjung memasuki usia pensiun, banyak pengamat yakin Jenderal Wismoyo Arismunandar segera melepas posisi KSAD, untuk kemudian segera dipromosikan jadi Pangab. Tapi yang terjadi, masa dinas aktif Tanjung diperpanjang tanpa batas waktu. Sebaliknya begitu masuk usia pensiun 10 Pebruari ini, tak seperti perkiraan pengamat, masa dinas aktif Wismoyo dipastikan tak diperpanjang. Malah kini ia dijadikan Ketua Umum KONI. Tentang "diKONIkan"-nya Wismoyo, dikabarkan bahwa Wismoyo sudah menolak --sebagaimana ia sebelumnya menolak penugasan sebagai Dubes. Bahkan pada malam pelantikan ia sudah memutuskan tidak datang. Sumber INDEPENDEN, seorang perwira tinggi, yang hadir di pelantikan itu menyebut bahwa ajudan Wismoyo saat itu menyatakan bahwa "Bapak nggak mau datang". Tapi Wismoyo datang juga jam 22.30, dua setengah jam melewati jadwal yang mestinya jam 20.00. Itupun karena Hendropriyono diutus secara khusus membujuk Wismoyo di rumahnya. Dasar bujukan Hendro adalah, "nanti ditunduh menentang Bapak". Semula banyak diperkirakan, jika Tanjung tak kunjung digantikan Wismoyo, lembaga Wapangab akan dibentuk lagi untuk Wismoyo. Lembaga ini pernah aktif difungsikan semasa Pangab M. Panggabean, bahkan merupakan posisi cukup strategis karena sekaligus merangkap menjadi Pangkopkamtib. Spekulasi ini semakin merebak, ketika Wismoyo makin sering tampil bersama Kepala Staf Angkatan (KSAL dan KSAU), dan Kaporli di berbagai kegiatan ABRI, tanpa dihadiri Pangab. Terlebih pada umumnya para pengamat yakin, bahwa mantan ajudan presiden akan selalu mendapat promosi karir terus menerus. Terlebih Wismoyo selain mantan ajudan, juga kerabat dekat Presiden. Tetapi toh ia "keluar" dari lingkaran mitos itu. Hal sama terjadi juga pada Wakasad Letjen Soerjadi (AMN '64), yang juga mantan ajudan. Malah berbeda dengan tiga pendahulunya: Try Soetrisno, Edi Sudrajat (AMN '60) dan Wismoyo; yang setelah menjadi Wakasad otomatis naik jadi KSAD dan menjungkirkan tradisi jabatan Wakasad selaku pos persiapan jabatan KSAD. Padahal secara historis, lembaga Wakasad dibentuk untuk melancarkan langkah Try Soetrisno menuju posisi Kasad. Seorjadi malah akan didubeskan di London. Ia akan menggantikan posisi Fanny Habibie --Dubes RI di Inggris sekarang, adik Menristek BJ Habibie-- yang disebut-sebut akan dipromosikan menjadi Dirut Pertamina. Artinya, seperti Wismoyo, Soerjadi kini harus rela berkarir di luar ABRI. Dengan ini pula, mitos jabatan KSAD yang selama ini dimonopoli Korps Infantri, luruh. Pengganti Wismoyo, Letjen Hartono, semula Kassospol ABRI, berasal dari Korps Kavaleri. Ini lah kali kedua KSAD dijabat bukan oleh perwira dari Korps Infantri. Yang pertama adalah Try Soetrisno yang berasal dari Korps Zeni. Kelaziman di dalam mutasi jabatan ABRI yang biasanya berupa penggantian senior oleh kader pimpinan yang lebih junior, juga ditanggalkan Hartono (AMN 1962) meski dua tahun lebih muda dari Wismoyo (AMN 1963) dalam usia, secara angkatan lulus justru lebih senior dari KSAD yang digantikannya. Sesungguhnya jalur perubahan jenjang perubahan promosi di atas, telah terkuak dalam mutasi jabatan ABRI sebelumnya. Promosi anggota paguyuban "Altides" (Alumni Tidar Enam Satu) Feisal Tanjung dari Kasum ABRI menjadi Pangab, sudah mengisyaratkan bahwa kini tak ada lagi pola baku. Pangab bukan monopoli mantan KSAD. Hal yagn sama pernah terjadi saat Menteri Perindustrian Jendral M. Yusuf selaku salah satu dari tiga jenderal Super Semar sangat kuat. Bisik-bisik dikalangan pengamat menyebutkan dilepaskannya Wismoyo dari dunia kemiliteran, karena ia dianggap bersalah membiarkan Gus Dur menjadi ketua NU kembali di Cipasung. Padahal dalam muktamar tersebut, Presiden --lewat Pangab-- telah menginstruksikan agar jangan sampai Abdurrahman Wahid kembali terpilih sebagai ketua PB NU. Namun rupanya Wismoyo sebagai KSAD, khilaf berpesan kepada para Pangdam, sehingga semuanya macet. Melihat situasi seperti ini, akhirnya Kassospol Hartono, diminta segera meloby pengurus NU di daerah agar tidak memilih Gus Dur. Dan seperti diketahui, hasilnya ternyata tidak seperti yang diharapkan. Gus Dur tetap bertahan menjadi Ketua PB NU. Kendati begitu, upaya Hartono di Muktamar NU, tetap dihargai. Ia naik jabatan menjadi KSAD.
Bisik-bisik serupa, terdengar tempo hari, menyangkut alasan Pengggantian Pangdam Jaya AM Hendropriyono (AMN '67), serta Danjen Kopassus Agum Gumelar (AMN 68), tatkala Megawati gagal dijegal untuk mengganti Ketua Umum PDI. Yang jelas, ada pula bisik-bisik baru perihal factor "keluarga" dalam promosi karir para jenderal. Menurut sumber INDEPENDEN yang dekat dengan kalangan Istana Merdeka, akhir-akhir ini Wismoyo dianggap "tak bisa dipegang" lagi. Karenanya Soeharto mulai menaikkan Prabowo, menantunya. Prabowo dikenal dekat dengan Hartono dan Habibie. Ketidakpercayaan Soeharto kepada Wismoyo, tambah sumber tersebut, sebagian besar disebabkan oleh Wismoyo sendiri. Di hadapan para kolonel, suatu ketika Wismoyo pernah mengatakan, "Kalau rakyat menghendaki Soeharto diganti, saya akan ikut kemauan mereka". Lebih dari itu menurut sumber-sumber di kalangan militer, Wismoyo juga sepakat dengan pandangan umum bahwa Soeharto sudah terlalu lama di kursi kekuasaannya.
Kata-kata Wismoyo ini ternyata sampai ke telinga Soeharto. Padahal sudah sejak lama Wismoyo dianggap "suka membuat kekuatan sendiri". Ia sering keliling daerah dan disanjung-sanjung pasukannya. Profil militer murni yang ada dalam diri Wismoyo, dikuatirkan akan membentuk karisma tersendiri. Dan tanda-tanda ke arah itu, kini mulai tampak. Di lingkungan militer dikenal istilah "pemakai jam tangan kanan" dan "pemakai jam tangan kiri". Orang-orang yang memakai jam tangan di sebelah kanan, konon, adalah kode "orang-orang Wismoyo". Dan itu pun sempat menjadi lambang militer yang anti Soeharto. Adam Schwarz, dalam bukunya "A Nation in Waiting," mengulas sedikit soal Wismoyo (hal. 289-290). Dikatakannya, loyalitas para jenderal kepada Soeharto, mungkin akan menjadi tanda tanya bila situasi kritis muncul. Feisal, Edi Sudrajat, dan Wismoyo, mungkin harus menjawab: apakah tetap loyal kepada Soeharto, itu sama dengan loyalitas kepada ABRI. Hal menarik, di luar kasus Wismoyo dan Soerjadi, bekas ajudan presiden lain malah beroleh posisi penting. Promosi Pangdam Diponegoro Mayjen Soejono (AMN 65) jadi Kasum ABRI membuktikan itu juga. Juga Kasdam Jaya Brigjen Wiranto (AMN 68) yang akhir tahun lalu, naik menggantikan Hendropriyono, dan Wakapolda Metro Jaya Brigjen Dibjo Widodo jadi Kapolda. Mereka membuktikan bahwa sukses karir semua mantan ajudan, bukan mitos. Malah menurut seorang pengamat, sudah menjadi pola baku.Baik Soejono, Wiranto maupun Widodo, kini menduduki posisi vital. Soejono mantan ajudan 1985-1989, jadi Kasum Mabes ABRI di Cilangkap yang membawahi bidang intelejen, operasi dan personalia. Sementara Wiranto ajudan tahun 1989-1993 jadi Pangdam Jaya dan Dibjo Widodo ajudan tahun 1986-1992 jadi Kapolda Metro Jaya. Fenomena menonjol yang patut disimak bersama promosi Soeyono ialah promosi Aster Kasum Mayjen Mochamda Ma'ruf (AMN 65), yang menggantikan Hartono selaku Kassospol. Dan kelihatannya dua Tibata (Tidar Bakti Tanpa Akhir --Paguyuban AMN 65) di job bintang tiga, membuat para pengamat kembali berspekulasi atas kemungkinan mereka menjadi KSAD dan Pangab. Ini masuk akal, sebab Wakasad bukan lagi satu-satunya jalur untuk menjadi KSAD. Hartono sebelum KSAD, adalah Kassospol. Juga Tanjung sebelum Pangab, adalah Kasum. Munculnya Mayjen FX Sudjasmin (AMN 64) yang semula menjadi Irjenad, juga kurang diperhitungkan. Promosi FX Sudjasmin sebagai Wakasad sendiri, menurut pengamat, lebih untuk meredam isu SARA, dan menutupi kedekatan Hartono dan Tanjung dengan BJ Habibie.
Disamping itu, posisi para tokoh Tibta yang sempat menguasai 8 dari 10 Pangdam (saat Meyjen Theo Syafei masih Pangdam Udayana), sejumlah asisten MBAD dan Mubes ABRI, Komandan Pusat Persenjataan maupun Kasdam, dan tampilnya dua rekan mereka yang menyandang dua jabatan bintang tiga, praktis harus diperhitungkan. Jika angkatan AMN 65 semula dianggap angkatan terjepit diantara angkatan AMN 1964 (Soerjadi) dan angkatan 1967 (Hendropriyono), kini dengan perubahan pola promosi, otomatis perhitungan para pengamat turut berubah.
Kedudukan Tibta tampaknya menjadi semakin kuat, apalagi dengan posisi khas Soeyono yang bisa diandalkan sebagai calon terkuat untuk posisi orang pertama di MBAD maupun Mabes ABRI. Oleh para pengamat ABRI, Soeyono digolongkan sebagai "generasi mantu dan anak". Ia menantu Mayjen Soegandhi-Mensos Mien Soegandhi, sehingga mempunyai jaminan politis dan kejelasan asal-usul di mata Pangti ABRI. Bersama mutasi pada posisi strategis ini, sejumlah alih tugas juga akan terjadi. Posisi Soeyono akan diganti oleh Kasgar Jakarga Raya Brigjen Yusuf Kartanegara (AMN 67). Posisi Pangdam Brawijaya akan diserahkan dari Mayjen Haris Sudarno (AMN 65) pada Mayjen TNI Imam Utomo (AMN65) yang semula Aspers KSAD. Sementara Pangdam III Siliwangi Mayjen Muzani Syukur (AMN 65) segera dialihkan kepada angkatan yang lebih muda, kemungkinan besar kepada Kasdam Bukit Barisan Brigjen Agum Gumelar (AMN 68). Tampilnya Soeyono bersama Agum Gumelar (menantu Ketua Legiun Veteran dan mantan Menparpostel Letjen Purn. Achmad Tahir), dan Pangdam Bukit Barisan Mayjen Arie J Kumaat (menantu Letjen Purn GH Mantik), diperkirakan akan mengawali munculnya generasi anak dan mantu dalam memegang pos strategis dalam regenerasi. Diserahkan job bintang satu Danjen Kopassus dari Agum Gumelar kepada Subagyo HS, lalu dilantiknya Johny Lumintang jadi Pangdam Disivi Infantri I/Kostrad pada tahun 1994 lalu, jelas membuka jalan bagi lulusan Akabri Darat tahun 1970 untuk berkiprah di pentas kepemimpinan nasional.
Lalu di belakang kedua alumni Akabri Darat 70 itu, sudah menunggu generasi anak dan mantu tadi. Antara lain, Assop Kodam Jaya Kol. Inf. Susilo B Yudhoyono (menantu mendiang Jenderal Achmad Yani dan anak Mayjen Ahmad Yusuf), Dan Brignif Linud 17/Kostrad Kol Inf Ryamirzard (menantu Wapres Try Soetrisno dan anak Mayjen Mussanif Ryacudu), Dan Grup 3/Pusdik anak Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo). Danmentar Akmil Kol Inf Erwin Sujono (menantu mendiang Letjen Sarwo Edi Wibowo), Koordinator Staf Ahli Dispenad Kol. Inf. Agust Wirahadikusumah (anak mantan Wapres Umar Wirahadikusumah), dan seterusnya. (YDK/SAF). Sumber, http://www.library.ohiou.edu